Halaman

Minggu, 24 Februari 2013

Islam Mewajibkan Muslim Rajin Bekerja

Kalau dalam khazanah pendidikan Islam dikenal istilah wajib belajar, maka sejajar dengan itu sebenarnya diperlukan pula istilah “wajib bekerja”. Sebab Islam memberikan ruang yang demikian luas dan menganggap penting semua aktifitas kerja yang produktif semisal pertanian, perdagangan dan lain sebagainya adalah aktifitas penting dan sangat fital. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah ayat dalam Al-Qurán diantaranya :وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan [At-Taubah : 105]

 مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلا يُجْزى‏ إِلاَّ مِثْلَها وَ مَنْ عَمِلَ صالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى‏ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فيها بِغَيْرِ حِسابٍ
Firman Allah pula; “Dan barang siapa mengerjakan pekerjaan yang baik-baik, laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam kedaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rizki didalamnya tanpa hisab” (QS.Al-Mukminun:40).

Mengenai perintah melakukan pekerjaan, dalam hal ini Al-qur’an dengan tegas mengatakan bahwasanya jika seorang Muslim selesai melakukan shalat Jumát yang merupakan ibadah ritual pekanan, hendaknya ia kembali melakukan aktivitas kerjanya dalam rangka mencari keutamaan atau anugerah Allah, sesuai perintah Allah swt. dalam ayat Al-Qurán بْتَغُوامِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرا ً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada


Tugas manusia adalah sebagai khalifah Allah di muka bumi, sebagai konsekuensi dari predikat itu maka manusia berkewajiban membangun dunia ini dengan mengolah sumber-sumber alamnya dengan cara yang adil dan sebaik-baiknya. Sebagaimana firman Allah swt.: “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS.Hud:61).
Al-Qurán sangat menentang tindakan malas dan menyia-nyiakan waktu, baik dengan cara berpangku tangan dan tinggal diam tanpa melakukan hal-hal yang produktif. Al-Qurán selalu menyeru manusia untuk mempergunakan waktu (al-áshr) dengan cara menanam perbuatan baik sebagai investasi jangka panjang. Orang yang tidak mempergunakan waktunya secara baik akan dicela dan dimasukkan pada golongan orang-orang yang sangat merugi.

Dalam pandangan Islam, kerja manusia adalah sumber nilai yang riil. Jika seseorang tidak memiliki kerja maka dia tidak akan berguna dan tidak memiliki nilai sebab dalam Islam “Kerja” menentukan posisi dan status seseorang dalam kehidupan. Sebagaimana diungkapkan dalam al-Qur’an yang artinya; “Dan setiap mereka mendapat derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tidak dirugikan.” (QS.Al-Ahqaf:19).

Dengan kata lain, kerja adalah satu-satunya kriteria iman, dimana manusia bisa dinilai dan mendapatkan pahala, penghargaan dan ganjaran dari Allah swt. Al-Qurán senantiasa menjanjikan pahala yang berlimpah dan pahala yang besar bagi seorang yang bekerja, dan memberikan pada mereka balasan atas setiap kualitas dan kuantitas kerjanya. Firman Allah ta’ala:

فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ 

“Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia”. (QS.al-Hajj:50)

Memang ada pernyataan dari Allah bahwasanya para pengemis dan orang-orang yang miskin harus dibantu, karena mereka itu memiliki hak dari sebahagian harta orang-orang yang kaya. Namun itu bukan berarti bahwasanya mereka itu mendapat lisensi selamanya untuk tetap mendapatkan bantuan masyarakat secara permanen, melainkan sifatnya hanya sementara. Itulah sebabnya mengapa Allah swt. sangat mencintai orang berhasil membantu memampukan saudaranya yang lemah sisi ekonominya menjadi kuat dan mampu.

Rasulullah pernah memberikan nasehat agar berusaha memampukan dirinya dengan bekerja. Rasulullah mengajarkan bahwa mencari rizki untuk memenuhi hajat hidup melalui kerja keras, jauh lebih baik daripada hidup dengan menyandarkan diri pada orang lain. Diantara hadits Rasulullah saw menyebutkan : “Tak seorang muslim pun yang menanam pohon atau hasil panen yang dinikmati oleh burung ataupun manusia (ataupun makhluk lainnya), kecuali Allah akan menganggapnya perbuatannya itu sebagai sedekah” (HR.Bukhari).

Rasulullah SAW menyatakan bahwasanya orang yang mencari nafkah hidupnya untuk dirinya sendiri dan untuk saudaranya, lebih baik dari pada saudaranya yang tidak bekerja meski telah beribadah sepanjang waktu.

Dari kajian di atas dapatlah disimpulkan bahwa kerja merupakan kewajiban setiap insan, dan bahkan status seseorang, dalam perspektif Islam sangat ditentukan oleh kualitas kerjanya. Kerja adalah sebuah faridhah (kewajiban) dimana setiap orang akan dimintai pertanggung jawabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar