Halaman

Minggu, 24 Februari 2013

Corporate Social responsibility sebagai jawaban


Desakan yang semakin tinggi dari masyarakat agar korporasi tidak hanya berorientasi profit tetapi juga peduli akan kondisi masyarakat sekitarnya akan memberikan jaminan kelangsungan usaha untuk terus berkembang.
Dan secara bersama-sama dengan masyarakat sekitar membangun community development, yang saling menguntungkan, bagi korporasi sendiri. Image sebagai perusahaan yang ramah lingkungan serta mempunyai empati yang tinggi terhadap masyarakat akan memberikan kemudahan-kemudahan dalam mengembangkan perusahaannya dan dapat membentuk corporate suistanable development, bagi masyarakat yang ada disekitarnya manfaat dirasakan adalah mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, pelayanan kesehatan yang murah serta beasiswa bagi anak-anak yang berprestasi tapi kurang mampu dilingkungan tersebut.
Filosofi bisnis yang menggunakan pola lama dengan mengejar profit semata perlu ditinggalkan.
Ketidak tegaan yang diperlihatkan yayasan dana pensiun Swedia untuk menarik semua saham yang disimpannya diperusahaan PT. Freeport Mc Moran perlu mendapat apresiasi yang tinggi, akibat penambangan yang dilakukan oleh PT Freeport di tanah Papua yang dinilai mereka telah merusak ekosistem hutan. Perlu disadari bahwa eskalasi kompetitif yang cendrung tinggi merupakan pertarungan pembentukan dan pejagaan image di mata konsumen dan masyarakat. Bila kaidah-kaidah Corporate Social Respinsibility selalu dilanggar oleh korporate yang beroperasi di lingkungan masyarakat, diyakini akan membentuk resistensi didalam masyarakat dan lambat laun perusahaan itu akan hilang dengan sendiri
Di Indonesia,perusahaan yang membangun Corporate Social Responsibility(CSR) diharapkan akan terus berkembang, sejalan dengan kesadaran yang tumbuh antara pemilik perusahaan dan masyarakat.
Perusahaan-perusahaan seperti PT HM Sampoerna telah memberikan beasiswa dari SD sampai S2 kepada anak-anak bangsa yang berprestasi dan disekolahkan keluar negeri lewat yayasan Sampoerna Foundation. PT CocaCola pun melakukan hal sama dengan berbagai aktivitas seperti pendidikan, bantuan infrastruktur masyarakat, kebudayaan, kepemudaan, kesehatan, serta bantuan bagi korban bencana alam. Perusahaan BUMN seperti Pertamina, Telkom dan Semen Tonasa tidak tinggal diam. Karena mereka tahu, mereka tidak akan berkembang tanpa dukungan masyarakat. Bagaimana dengan perusahaan lainnya ?

Manajemen Menurut Islam


Manajemen modern yang berasal dari Barat cenderung mengasingkan manusia dari manusia di sekitarnya. Manajemen modern juga menganggap tenaga kerja merupakan faktor produksi belaka sehingga menciptakan manusia-manusia yang semakin hari semakin terasing dari kodratnya sebagai manusia sosial. Manajemen modern menghasilkan manusia-manusia yang bekerja sampai larut malam tanpa ada lagi kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga atau melaksanakan kehidupan sosial dengan masyarakat di sekitarnya.
Melihat perkembangan tersebut, para pakar manajemen mencoba menggali dan mencari referensi-referensi konsep dan ide manajemen berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sumber-sumber Islam. Menurut Ketua Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia, Prof KH Ali Yafie, dalam Islam manajemen dipandang sebagai perwujudan amal sholeh yang harus bertitik tolak dari niat baik. Niat baik tersebut akan memunculkan motivasi aktivitas untuk mencapai hasil yang bagus demi kesejahteraan bersama.
Ada empat landasan untuk mengembangkan manajemen menurut pandangan Islam, yaitu: kebenaran, kejujuran, keterbukaan, dan keahlian. Seorang manajer harus memiliki empat sifat utama itu agar manajemen yang dijalankannya mendapatkan hasil yang maksimal. Yang paling penting dalam manajemen berdasarkan pandangan Islam adalah harus ada jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan menurut Islam merupakan faktor utama dalam konsep manajemen.
Manajemen menurut pandangan Islam merupakan manajemen yang adil. Batasan adil adalah pimpinan tidak ''menganiaya'' bawahan dan bawahan tidak merugikan pimpinan maupun perusahaan yang ditempati. Bentuk penganiayaan yang dimaksudkan adalah mengurangi atau tidak memberikan hak bawahan dan memaksa bawahan untuk bekerja melebihi ketentuan. Seyogyanya kesepakatan kerja dibuat untuk kepentingan bersama antara pimpinan dan bawahan. Jika seorang manajer mengharuskan bawahannya bekerja melampaui waktu kerja yang ditentukan, maka sebenarnya manajer itu telah mendzalimi bawahannya. Dan ini sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Mohammad Hidayat, seorang konsultan bisnis syariah, menekankan pentingnya unsur kejujuran dan kepercayaan dalam manajemen Islam. Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang sangat terpercaya dalam menjalankan manajemen bisnisnya. Manajemen yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, adalah menempatkan manusia bukan sebagai faktor produksi yang semata diperas tenaganya untuk mengejar target produksi.
Nabi Muhammad SAW mengelola (manage) dan mempertahankan (mantain) kerjasama dengan stafnya dalam waktu yang lama dan bukan hanya hubungan sesaat. Salah satu kebiasaan Nabi adalah memberikan reward atas kreativitas dan prestasi yang ditunjukkan stafnya.
Menurut Hidayat, manajemen Islam pun tidak mengenal perbedaan perlakuan (diskriminasi) berdasarkan suku, agama, atau pun ras. Nabi Muhammad SAW bahkan pernah bertransaksi bisnis dengan kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Islam menganjurkan pluralitas dalam bisnis maupun manajemen.
Hidayat mengungkapkan, ada empat pilar etika manajemen bisnis menurut Islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Pilar pertama, tauhid artinya memandang bahwa segala aset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya.
Pilar kedua, adil artinya segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau kesepakatan kerja harus dilandasi dengan akad saling setuju.
Pilar ketiga, adalah kehendak bebas artinya manajemen Islam mempersilahkan umatnya untuk menumpahkan kreativitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum ekonomi Islam, yaitu halal.
Dan keempat adalah pertanggungjawaban artinya Semua keputusan seorang pimpinan harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.
Keempat pilar tersebut akan membentuk konsep etika manajemen yang fair ketika melakukan kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain atau pun antara pimpinan dengan bawahan.
HJM Anowar, konsultan manajemen internasional, melihat ciri manajemen Islami adalah amanah. ''Jabatan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah,'' katanya.
Seorang manajer, lanjutnya, harus memberikan hak-hak orang lain, baik mitra bisnisnya ataupun karyawannya. ''Pimpinan harus memberikan hak untuk beristirahat dan hak untuk berkumpul dengan keluarganya kepada bawahannya. Ini merupakan nilai-nilai yang diajarkan manajemen Islam,'' katanya.
Ciri lain manajemen Islami yang membedakannya dari manajemen ala Barat adalah seorang pimpinan dalam manajemen Islami harus bersikap lemah lembut terhadap bawahan. Contoh kecil seorang manajer yang menerapkan kelembutan dalam hubungan kerja adalah selalu memberikan senyum ketika berpapasan dengan karyawan karena senyum salah satu bentuk ibadah dalam Islam dan mengucapkan terima kasih ketika pekerjaannya sudah selesai. Namun kelembutan tersebut tidak lantas menghilangkan ketegasan dan disiplin. Jika karyawan tersebut melakukan kesalahan, tegakkan aturan. Penegakkan aturan harus konsisten dan tidak pilih kasih.
Untuk aspek keadilannya, Anowar menekankan pentingnya reward control dalam suatu hubungan kerja. ''Islam mengajarkan kita harus bersyukur kepada manusia sebelum bersyukur kepada Allah,'' ujarnya. Artinya, seorang karyawan yang berprestasi tinggi mendapat penghargaan khusus. Bentuk penghargaan bukan hanya berupa materi, tapi juga berupa perhatian. Berapa diantara manajer yang ada di Indonesia yang mengetahui tanggal lahir karyawannya terdekatnya?
Selain itu, setiap pekerjaan harus dilandasi dengan niat yang baik. Karena, niat baik akan menuntun kita melakukan pekerjaan dengan baik untuk hasil yang baik pula. ''Islam mengajarkan sesuatu harus diawali dengan niat baik,'' tegasnya.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman, (فإذافرغت فانصب وإلى ربك فارغب)
Artinya: Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap. (Al-Insyirah; 7-8)
Setiap apa yang diperbuat oleh manusia maka ia harus mempertanggung jawabkannya. Agama mengajarkan umatnya untuk membuaat perencanaan yang matang dan itqan, karena setiap pekerjaan akan menimbulkan sebab akibat. Adanya perencanaan yang baik akan menimbulkan hasil yang baik juga sehingga akan disenangi oleh Allah. Tentunya penilaian yang paling utama hanya penilaian yang datangnya dari Allah SWT.
Kedua, (التنظيم) atau Organization; merupakan wadah tetang fungsi setiap orang , hubungan kerja baik secara vertikal atau horizontal. Dalam surat Ali Imran Allah berfirman (واعتصموابحبل الله جميعا ولاتفرقواواذكروا نعمت الله عليكم إذكنتم أعداء…)
Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan… (Ali Imran; 103)
Ayat di atas menunjukkan bahwa organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bisa diorganisir dengan baik. Maka hendaknya bersatu-padulah dalam bekerja dan memegang kometmen untuk menggapai cita-cita dalam satu payung organisasi dimaksud.
Allah berfirman; ( لايكلف الله نفسا إلا وسعهالهاماكسبت وعليها مااكتسبت…)
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Al-Baqarah; 286)
ِ Kinerja bersama dalam organisasi disesuai dengan kemampuan yang dimiliki olah masing-masing individu. Menyatukan langkah yang berbeda-beda tersebut perlu ketelatenan mengorganisir sehingga bisa berkompetitif dalam berkarya. Disamping ayat di atas, Sayyidina Ali bin Abi Thalibmembuat statemen yang terkenal yaitu; (الحق بلا نظام يغلبه الباطل بنظام)
Artinya: Kebenaran yang tidak terorganisasi dengan rapi, dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisasi dengan baik.
Statemen Sayyidina Ali merupakan pernyataan yang realistis untuk dijadikan rujukan umat Islam. Hancurnya suatu institusi yang terjadi saat ini karena belum berjalanannya ranah organisasi dengan menggunakan manajemen yang benar secara maksimal.
Ketiga, (التنسيق) atau Coordination, upaya untuk mencapai hasil yang baik dengan seimbang, termasuk diantara langkah-langkah bersama untuk mengaplikasikan planning dengan mengharapkan tujuan yang diidamkan. Allah berfirman; (يأيهاالذين أمنواادخلوا فى السلم كافة ولا تتبعوا خطوات الشيطان إنه لكم عدو مبين)
Artinya; Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan, karena setan itu musuhmu yang nyata. (Al-Baqarah; 208)
Apabila manusia ingin mendapat predikat iman maka secara totalitas harus melebur dengan peraturan Islam. Iman bila diumpamakan dengan manusia yang ideal dan Islam sebagai planning dan aturan-aturan yang mengikat bagi manusia, maka tercapainya tujuan yang mulia, memerlukan adanya kordinasi yang baik dan efektif sehingga akan mencapai kepada tujuan ideal. Cobaan dan kendala merupakan keniscayaan, namun dengan manusia tenggelam dalam lautan Islam (kedamaian, kerjasama dan hal-hal baik lainnya) akan terlepas dari kendala-kendala yang siap mengancam.
Keempat, (الرقابة) atau Controling , pengamatan dan penelitian terhadap jalannya planning. Dalam pandangan Islam menjadi syarat mutlak bagi pimpinan untuk lebih baik dari anggotanya, sehingga kontrol yang ia lakukan akan efektif. Allah berfirman (يأيهاالذين أمنوالم تقولون مالاتفعلون)
Artinya; Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Q.S. Ash-Shoff; 1)
Dalam surat At-Tahrim Allah berfirman (يأيهاالذين أمنواقواانفسكم وأهليكم نارا..)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Q.S. At. Tahrim; 6)
Menjaga keselamatan dan kesuksesan institusi merupakan tugas utama manajer, baik organisasi keluarga maupun organisasi secara universal. Bagaimana manajer bisa mengontrol orang lain sementara dirinya masih belum terkontrol. Dengan demikian seorang manajer orang terbaik dan harus mengontrol seluruh anggotanya dengan baik.
Dalam ayat yang lain Allah menjelaskan bahwa kontrol yang utama ialah dari Allah SWT. (ألم تر أن الله يعلم مافى السموات وما فى الأرض…)
Artinya: Tidaklah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi… (Al-Mujadalah; 7)
Dalam konteks ayat ini sebenarnya sangat cukup sebagai konsep kontrol yang sangat efektif untuk diaplikasikan. Memahami dan membumikan konteks ayat ini menjadi hal yang sangat urgen. Para pelaksana institusi akan melaksanakan tugasnya dengan konsisten sesuai dengan sesuatu yang diembannya, bahkan lebih-lebih meningkatkan spirit lagi karena mereka menganggap bahwa setiap tugas pertanggung jawaban yang paling utama adalah kepada Sang Khaliq yang mengetahui segala yang diperbuat oleh makhluk-Nya.
Kelima, (ترغيب) atau Motivation, menggerakan kinerja semaksimal mungkin dengan hati sukarela. Masalah yang berhubungan dengan motivasi Allah telah berfirman; (وأن ليس للإنسان إلا ما سعى)
Artinya: Dan bahwasanya mausia tiada memperoleh selain dari apa yang telah diusahakannya. (Q.S. An-Najm; 39)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman: (إن الله لايغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم)
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengobah sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-Ra’du; 11)
Dari dua ayat tersebut di atas berimplikasi adanya motivasi untuk selalu berusaha dan merobah keadaan. Dengan adanya usaha dan adanya upaya merobah keadaan ke rarah yang lebih baik akan mengantarkan kepada tujuan dan kesuksesan yang nyata.
Dalam sebuah kata hikmah disebutkan (من جد وجد)
Artinya: Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti mendapatkan.
Disamping itu Allah berfirman; (أدعوني أستجب لكم)
Artinya; Mintalah kamu semua kepada-Ku pasti akan Aku kabulkan padamu. (Q.S.)
Dalam ayat yang lain Allah SWT., juga berfirman yang ada kaitannnya dengan motivasi, (فمن يعمل مثقال ذرة خيرايره. ومن يعمل مثقال ذرة شرايره)
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Q.S. Az-Zalzalah; 7-8)
Dari uraian di atas merupakan bentuk anjuran Islam bagi umat manusia untuk memiliki motivasi dalam menjalani hidup. Dengan tingginya semangat dan motivasi sebagai modal awal dalam meraih kehidupan yang lebih cerah dan terarah. Dengan demikian bahwa planning yang menjadi acuan utama akan dengan mudah untuk bisa direalisasikan, karena dengan berdasarkan agama, motivasi manusia tidak sekedar hanya tumenyelesaikan ntutan duniawi saja, tetapi juga terhadap pertanggung jawaban ukhrawinya.
Keenam (الخلافة) atau disebut Leading, mengatur, memimpin segala aktifitas kepada tujuan. Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits banyak membahas tentang kepemimpinan. Diantaranya firman Allah SWT., dalam surat Al-An’am sebagai berikut; (وهوالذي جعلكم خلائف الأرض ورفع بعضكم فوق بعض درجات ليبلوكم فى مااتاكم)
Artinya; Dialah yang menetapkan kamu menjadi penguasa di muka bumi, dan ditinggikan-Nya sebagaian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, sebagai cobaan bagimu tentang semua yang diberikannya kepadamu. (Al-An’am; 165)
Selain dalam Al-Qur’an, Al-Hadits juga banyak yan membahas tentang kepemimpinan, diantaranya; (كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته)
Artinya: Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban mengenai orang yang kamu pimpin. (HR. Muslim)
Dalam konsepi ajaran Islam bahwa pemimpin tidak hanya terfokus kepada seseorang yang yang memimpin institusi formal dan non formal. Tuntutan Islam lebih uiversal bahwa kepemimpinan itu lebih spesifik lagi kepada setiap manusia yang hidup ia sebagai pemimpin, baik memimpin dirinya maupun kelompoknya.
Dengan demikian kepemimpinan dalam ajaran Islam dimulai dari setiap individu. Setiap orang harus bisa memimpin dirinya dari taqarrub kepada Allah dan menjahui larangan-Nya. Apabila manusia sudah bisa memeimpin dirinya, maka tidak mustahil bila ia akan lebih mudah untuk memimpin orang lain. Disamping itu pertanggungjawaban pemimpin dalam konteks Islam tidak serta merta hanya kepada sesama manusia, tetapi yang paling utama adalah pertanggungjawaban kepada Khaliknya.
C. Urgensi Manajemen dalam Islam
Pada dasarnya ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah juga ijma’ ulama banyak mengajarkan tentang kehidupan yang serba terarah dan teratur. Dalam pelaksanaan shalat yang menjadi icon paling sakral dalam Islam merupakan contoh konkrit adanya manajemen yang mengarah kepada keteraturan. Puasa, haji dan amaliyah lainnya merupakan pelaksanaan manajemen yang monomintal.
Teori dan konsep manajemen yang digunakan saat ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam perspektif Islam. Manajemen itu telah ada paling tidak ketika Allah menciptakan alam beserta isinya. Unsur-unsur manajemen dalam pembuatan alam serta makhluk-makhluknya lainnya tidak terlepas dengan manajemen langit. Ketika Nabi Adam sebagai khalifah memimpin alam raya ini telah melaksanakan unsur-unsur manajemen tersebut.
Contoh kecil realisasi manajemen seperti digambarkan oleh makhluk ciptaan Allah berupa semut. Dalam menjalankan hidupnya semut termasuk diantara makhluk yang sangat solid dan berkomitmen menjalani roda kehidupannya dengan menggunakan manajemen, tentunya versi semut. Keteraturan dan komitmen semut dalam kinerjanya sangat solit dan penuh kepatuhan.
Caryle P. Haskins, Ph.D., kepala Institut Carnegie di Washington menyatakan, “Setelah 60 tahun mengamati dan mengkaji, saya masih takjub melihat betapa canggihnya perilaku sosial semut … Semut merupakan model indah untuk kita gunakan dalam mempelajari akar perilaku hewan.”
Semut tunduk pada sistem kasta secara ketat (kasta ratu dan jantan, prajurit, dan pekerja). ”Semut memiliki sub kelompok, sub kelompok ini disebut budak, pencuri, pengasuh, pembangunan, dan pengumpul. Setiap kelompok memiliki tugas sendiri. Sementara satu kelompok berfokus sepenuhnya melawan musuh atau berburu, kelompok lain membangun sarang, dan yang lain lagi memelihara sarang.
Apabila semut bisa melaksanakan manajemen yang hebat, tentunya manusia yang berakal mestinya akan lebih mudah untuk melaksanakan manajemen. Kalau sudah ada niat, dan niat itu benar-benar dioptimalkan tentunya tidak ada yang sukar untuk mencapai keinginan. Dengan demikian apabila manusia memiliki himmah yang kuat dan menyandarkan segala perbuatannya hanya karena Allah SWT., insya Allah segala usaha manusia akan tercapai dengan efektif dan efesien. 

Islam Mewajibkan Muslim Rajin Bekerja

Kalau dalam khazanah pendidikan Islam dikenal istilah wajib belajar, maka sejajar dengan itu sebenarnya diperlukan pula istilah “wajib bekerja”. Sebab Islam memberikan ruang yang demikian luas dan menganggap penting semua aktifitas kerja yang produktif semisal pertanian, perdagangan dan lain sebagainya adalah aktifitas penting dan sangat fital. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah ayat dalam Al-Qurán diantaranya :وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan [At-Taubah : 105]

 مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلا يُجْزى‏ إِلاَّ مِثْلَها وَ مَنْ عَمِلَ صالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى‏ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فيها بِغَيْرِ حِسابٍ
Firman Allah pula; “Dan barang siapa mengerjakan pekerjaan yang baik-baik, laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam kedaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rizki didalamnya tanpa hisab” (QS.Al-Mukminun:40).

Mengenai perintah melakukan pekerjaan, dalam hal ini Al-qur’an dengan tegas mengatakan bahwasanya jika seorang Muslim selesai melakukan shalat Jumát yang merupakan ibadah ritual pekanan, hendaknya ia kembali melakukan aktivitas kerjanya dalam rangka mencari keutamaan atau anugerah Allah, sesuai perintah Allah swt. dalam ayat Al-Qurán بْتَغُوامِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرا ً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada


Tugas manusia adalah sebagai khalifah Allah di muka bumi, sebagai konsekuensi dari predikat itu maka manusia berkewajiban membangun dunia ini dengan mengolah sumber-sumber alamnya dengan cara yang adil dan sebaik-baiknya. Sebagaimana firman Allah swt.: “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS.Hud:61).
Al-Qurán sangat menentang tindakan malas dan menyia-nyiakan waktu, baik dengan cara berpangku tangan dan tinggal diam tanpa melakukan hal-hal yang produktif. Al-Qurán selalu menyeru manusia untuk mempergunakan waktu (al-áshr) dengan cara menanam perbuatan baik sebagai investasi jangka panjang. Orang yang tidak mempergunakan waktunya secara baik akan dicela dan dimasukkan pada golongan orang-orang yang sangat merugi.

Dalam pandangan Islam, kerja manusia adalah sumber nilai yang riil. Jika seseorang tidak memiliki kerja maka dia tidak akan berguna dan tidak memiliki nilai sebab dalam Islam “Kerja” menentukan posisi dan status seseorang dalam kehidupan. Sebagaimana diungkapkan dalam al-Qur’an yang artinya; “Dan setiap mereka mendapat derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tidak dirugikan.” (QS.Al-Ahqaf:19).

Dengan kata lain, kerja adalah satu-satunya kriteria iman, dimana manusia bisa dinilai dan mendapatkan pahala, penghargaan dan ganjaran dari Allah swt. Al-Qurán senantiasa menjanjikan pahala yang berlimpah dan pahala yang besar bagi seorang yang bekerja, dan memberikan pada mereka balasan atas setiap kualitas dan kuantitas kerjanya. Firman Allah ta’ala:

فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ 

“Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia”. (QS.al-Hajj:50)

Memang ada pernyataan dari Allah bahwasanya para pengemis dan orang-orang yang miskin harus dibantu, karena mereka itu memiliki hak dari sebahagian harta orang-orang yang kaya. Namun itu bukan berarti bahwasanya mereka itu mendapat lisensi selamanya untuk tetap mendapatkan bantuan masyarakat secara permanen, melainkan sifatnya hanya sementara. Itulah sebabnya mengapa Allah swt. sangat mencintai orang berhasil membantu memampukan saudaranya yang lemah sisi ekonominya menjadi kuat dan mampu.

Rasulullah pernah memberikan nasehat agar berusaha memampukan dirinya dengan bekerja. Rasulullah mengajarkan bahwa mencari rizki untuk memenuhi hajat hidup melalui kerja keras, jauh lebih baik daripada hidup dengan menyandarkan diri pada orang lain. Diantara hadits Rasulullah saw menyebutkan : “Tak seorang muslim pun yang menanam pohon atau hasil panen yang dinikmati oleh burung ataupun manusia (ataupun makhluk lainnya), kecuali Allah akan menganggapnya perbuatannya itu sebagai sedekah” (HR.Bukhari).

Rasulullah SAW menyatakan bahwasanya orang yang mencari nafkah hidupnya untuk dirinya sendiri dan untuk saudaranya, lebih baik dari pada saudaranya yang tidak bekerja meski telah beribadah sepanjang waktu.

Dari kajian di atas dapatlah disimpulkan bahwa kerja merupakan kewajiban setiap insan, dan bahkan status seseorang, dalam perspektif Islam sangat ditentukan oleh kualitas kerjanya. Kerja adalah sebuah faridhah (kewajiban) dimana setiap orang akan dimintai pertanggung jawabnya.